Durian Lokal Enak
Andai saja
pada 1952 bung Karno sudah mencicip durian si terong asal Balaikarangan,
Sanggau, Kalimantan Barat, ia tak akan menjagokan ajimah asal Bogor, Jawa
Barat, sebagai durian favorit. Si terong dari tepian sungai sekayam rasanya
luar biasa: manis, kering, tapi lembut bagai es krim. Ia kian menarik karena
daging buah kuning keemasan. Yang setara si terong ialah si seupah juara dari
Pandeglang, Banten, dan elsa juara dari Jepara, Jawa Tengah.
Ajimah
menjadi asor di hadapan si terong, si seupah, dan elsa karena warna daging buah
putih. Meski ajimah berdaging tebal manisnya kalah jauh ketimbang ketiganya.
"Sekarang rasanya dingin dan tawar," kata Gregori Garnadi Hambali,
penyilang durian di Bogor. Satu-satunya sisa keunggulan ajimah yang terlihat
saat ini hanya bentuk buah yang menarik: benar-benar bulat.
Menurut Ir
Wijaya MS, penangkar durian di Bogor, semasa ajimah masih dipetik dari pohon
induk di Desa Sukajaya, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor, daging buah
menarik dan enak. "Daging buah kekuningan, manis agak pahit, dan pulen.
Makanya ia disebut durian favorit bung karno," kata mantan peneliti di
Kebun Pembibitan Cipaku, Bogor, itu. Rasa ajimah bergeser karena dipetik dari
anakan berumur 30 tahun. Induk asli ajimah yang dicicip Wijaya mati dihantam petir
8 tahun lalu.
Dua puluh
tahun silam Trubus melacak ajimah ke putra pertama Bung Karno - Guntur Sukarno
Putra. Guntur membenarkan ajimah termasuk durian kegemaran Presiden RI pertama.
Ia bahkan menyebut durian lain yang disebut bung karno: saleja. Belakangan
terungkap ada 4 durian kesukaan proklamator Indonesia. Semuanya dari Bogor
yaitu ajimah, saleja, hepe, dan parung. Sayang saleja dan parung punah dan tak
lagi terlacak.
Terbatas
Menurut Greg
semua durian bung karno berasal dari Bogor karena kondisi Indonesia 58 tahun
silam tak seperti sekarang. Dulu semua buah di Jakarta dipasok dari Bogor. Tak
mungkin buah dari Pontianak atau Pandeglang masuk ke Jakarta dalam kondisi
segar.
Toh, di
setiap daerah kerap muncul durian Bung Karno. Diduga setiap Soekarno berkunjung
ke luar daerah kerap disuguhi Durio zibethinus terlezat setempat. Contohnya
durian bung karno asal Bangka Belitung yang kini ditanam di Taman Wisata
Mekarsari (TWM), Cileungsi, Bogor. Tercatat 21 durian sukarno berumur 15 tahun
tumbuh di sana. Sayang, buah belum stabil. Terkadang manis sedikit pahit,
kadang hambar.
Satu-satunya
durian bung karno yang masih bisa dinikmati kelezatannya hanya hepe. Wartawan
Trubus Imam Wiguna mencicip hepe (artinya kempes, red)
pada penghujung Desember 2009 dari induk aslinya di Desa Bendungan, Kecamatan
Jonggol, Kabupaten Bogor. Rasanya? Manis agak pahit, padat, dan berbiji kempes.
Pohon induk hepe berumur di atas 100 tahun itu kini dimiliki oleh H Abroh.
Unggul
Yang pasti
kini semua durian bung karno seolah takluk pada durian baru yang bermunculan.
"Eksplorasi durian kian sering. Lomba pun banyak digelar di setiap
kabupaten. Pasti durian unggul yang tadinya hanya dikenal di daerah setempat
muncul ke permukaan. Apalagi kriteria durian unggul sudah dirumuskan dan disempurnakan,
" tutur Dr Ir Winny Dian Wibawa MSc, direktur Budidaya Tanaman Buah,
Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian RI.
Menurut
Sobir PhD, kepala Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) Institut Pertanian Bogor,
kebanyakan konsumen menyukai durian yang dagingnya tebal, manis, kering, dan
bertekstur lembut. Warna yang menarik - seperti kuning atau putih kekuningan -
menjadi nilai tambah karena merangsang konsumen mencicip. "Itu durian yang
disukai konsumen," kata Sobir. Buah yang bulat sempurna dianggap bentuk
buah terbaik.
Sementara
durian yang rasanya manis sedikit pahit hanya disukai konsumen kelas premium
yang jumlahnya terbatas. Menurut Sobir untuk durian komersial ada syarat
tambahan: "Harus bisa dipanen pada saat matang fisiologis, tapi setelah
diperam rasanya tetap enak mirip matang pohon," katanya. Itu untuk
menjamin buah dapat dikirim ke toko yang jaraknya jauh dari kebun. Sedangkan
bagi pekebun harus yang produktivitasnya tinggi.
Produktif
Nah, durian
si terong hasil eksplorasi Baharuddin BSc, Simbul Haryadi, Dr Ir Moh Reza
Tirtawinata MS, dan Trubus pada awal Januari 2010 disebut-sebut memiliki
kriteria disukai konsumen. Dari 10 anggota tim pencicip - terdiri dari pakar
durian, pekebun, mania, dan konsumen umum - sepakat menyebut si terong yang
terbaik di antara 13 varietas durian yang diboyong Reza dari Balaikarangan,
Sanggau, Kalimantan Barat.
"Daging
buah manis, legit, dan kering. Warna si terong juga menarik: kuning
keemasan," kata Dr Ir Ahmad Dimyati MS, direktur jenderal Hortikultura
Kementerian Pertanian RI. Dimyati malah menyebut 4 durian lain yang layak
disebut unggul seperti parong, sigapur, tingi, dan merah. Keempatnya berdaging
tebal dan manis dengan tingkat keseragaman yang tinggi.
Saat
wartawan Trubus berkunjung ke Balaikarangan, pohon durian si terong di tepi
Sungai Sekayam tengah digelayuti 2.000 buah. Dua ribu buah? Ya, bobot terong
hanya 1 - 1,5 kg sehingga pohon berumur 100 tahun - dengan lingkar batang 3
pelukan orang dewasa - banyak memunculkan buah. Durian lain dengan lingkar
batang setara paling hanya 200 - 300 buah. "Ukuran buah kecil tapi
produksi paling tinggi di antara durian sekayam," kata Hizbullah bin H
Mustofa Yusuf, pengusaha di Balaikarangan yang membantu memperoleh si terong.
Makanya Ir
Ibrahim Arsyad MS, manajer lingkungan PT Medco menyebut terong potensial
dikebunkan. "Ini benar-benar durian yang berpeluang menjadi big market.
Ukuran kecil membuat harga untuk konsumen terjangkau. Keluarga kecil juga bisa
menghabiskan tanpa takut tersisa," kata Ibrahim.
Menurut
Winny, yang setara dengan si terong ialah si seupah, si kapal, dan si lereng
asal Pandeglang, Banten. Daging buah ketiganya kuning menarik dan tebal. Si
seupah kuningnya seperti mentega dengan semburat merah. Rasanya manis, lembut,
legit, dan sedikit pahit. Warna si kapal dan si lereng memang tak semencolok
seupah. Namun, rasanya hanya beda-beda tipis: manis, lembut, legit, dan kering
(baca: Rasakan! Kelezatan Durian Pandeglang, hal 24-25). Sosok luar ketiganya
pun bulat menarik. Penelusuran Trubus, elsa asal Jepara - juara kontes Durian
Jepara 2009 - juga setara dengan terong.
Sentra baru
Lahirnya 5
durian itu hanya secuil cerita dari kisah panjang perburuan durian Trubus pada
Desember 2009 - Januari 2010. Sentra durian Lampung yang sebelumnya jarang diubek-ubek
sangat membelalakkan mata. Di Desa Negerisakti, Kecamatan Gedongtataan,
Kabupaten Pesawaran, Lampung, menyimpan durian lezat. Saat durian terenak
bernama negerisakti dicicip rasanya manis, legit, kering, tapi lengket di
lidah. Daging buah tebal, satu juring hanya berisi 1 - 2 pongge.
Maklum,
selama ini citra durian asal Lampungdi Jakarta buruk. Daging buah tipis dan
hambar. Menurut Abu Sofyan, kepala bidang hortikultura Dinas Pertanian dan
Peternakan Kabupaten Pesawaran, Lampung, munculnya anggapan durian lampung
berkualitas jelek karena kebanyakan durian di Lampung dipanen sekaligus.
"Ketika adabuah yang mulai jatuh, durian 1 pohon semuanya dipetik. Itu
karena penjualan diserahkan ke pemborong. Padahal bila dilakukan seleksi panen
kualitasnya tak kalah," tuturnya.
Di Lampung
ditemukan pula durian enak seperti si bongkok, trenggiling, si gobang, si
kancil, si manalagi, segitiga, si rajawali, dan si kendit. Mereka adalah durian
lokal asal biji di Kelurahan Kedawung, Kecamatan Kemiling, Bandarlampung, milik
Ir Hanan Abdul Rozak MS, kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung. Hanan
beruntung memiliki 50 pohon durian terpilih di lahan seluas 7.000 m2.
Di Kampung
Simpangasem, Kelurahan Batuputu, Kecamatan Telukbetung Utara, Bandarlampung
anakan putar alam - yang sudah populer - asal biji pun sempat tercicip. Meski
asal biji rasa buah dari pohon durian milik Baharudin itu manis pahit dan
lengket di lidah. "Rasanya sama dengan induknya,bedanya hanya di ukuran
yang lebih kecil," kata Emmyati Oesman, staf Balai Pengawasan dan
Sertifikasi Benih Provinsi Lampung.
Sementara di
Malang, Jawa Timur, ada sentra baru di Ngantang dan Kasembon dengan total pohon
durian 65.000 tanaman. Yang sudah teruji salah satunya jingga, durian kesukaan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang manis pahit. Perburuan tim Durian Research
Centre berhasil mencicip durian tumbu yang manis dan kering. Yang paling gres
durian botak (baca: Cinta Si Botak dan Si Gundul, hal 18)
Varietas
baru
Di luar
sentra baru, sentra lama pun tak luput jadi lokasi perburuan. Di Leuwiliang,
Bogor, yang terkenal sebagai sentra durian di Bogor, juga punya 2 durian:
cipelat dan si kuya. Yang pertama disebut cipelat karena di bagian luar kulit
buah terdapat pelat (alur, red) agak lebar yang kentara. Daging
buah cipelat kuning dan manis sekali. Bobot per buah 4 - 5 kg. Si kuya
berdaging tebal mirip monthong," kata Saipudin, pemilik pohon. Bedanya
bila monthong hanya manis tanpa pahit, maka si kuya manis agak pahit.
Nun di
Lombok, Nusa Tenggara Barat, Reza menemukan si gadung, durian baru yang jauh
lebih lezat ketimbang tong medaye - durian legendaris dari Lombok. Rasa si
gadung manis, gurih, kering, tapi lengket setelah masuk mulut. Mirip lengketnya
ketan. Warna si gadung kuning dan berbiji kempes. "Bila dibuat skor 1-10,
nilai si gadung 9. Sementara tong medaye 8,5," kata Reza. Pantas Siti
Hutami Endang Adiningsih alias Mbak Mamiek, puteri mantan Presiden Soeharto,
berniat mengebunkan si gadung seluas 10 ha di Lombok.
Beragam
durian lokal yang ditemukan itu kian menegaskan Indonesia kaya durian unggul.
"Sejak 1984 hingga sekarang tercatat 67 varietas unggul nasional telah
dilepas Kementerian Pertanian," kata Winny. Sementara durian unggul lokal
yang tak tercatat jumlahnya diperkirakan lebih 200 varietas. Sayang, mereka
kebanyakan hanya unggul sebagai pohon tunggal. Banyak durian unggul yang
diperbanyak di daerah lain rasanya berubah.
Durian lezat
itu juga tak mudah ditemui di lapak durian di pinggir jalan. "Semua sudah
habis dipesan sejak masih di pohon," kata Saipudin, pemilik cipelat dan si
kuya. Andai ada di lapak durian umumnya disembunyikan. Contohnya hepe di
Jonggol, Bogor. Hepe saya sembunyikan karena sudah dipesan pelanggan,"
kata H Imay Sunjaya, penjual durian yang juga memperbanyak hepe.
Itu beda
dengan monthong asal Thailand yang banyak dijajakan di pinggir jalan.
"Daya adaptasi monthong luas. Ia bisa ditanam meluas di Thailand dan di
tanahair dengan kualitas yang tidak banyak berubah," kata Wijaya. Pantas
dari 24.679 ton durian impor sebanyak 98,6% adalah durian thailand. Impor dari
Malaysia, 1,1%; Amerika Serikat, 0,1%; China, 0,1%; Chili, 0,07%, dan
Australia, 0,06%.
Lokal vs
monthong
Belakangan
monthong yang dijajakan di toko buah modern ada juga yang berasal dari pekebun
lokal seperti Lampung Selatan, Lampung dan Kendal, Jawa Tengah. Itu karena
adaptasi monthong di tanahair juga luas. Menurut Winny ke depan pengembangan
durian lokal perlu dikembangkan strategi baru. "Durian itu spesifik
lokasi. Bila mau mengembangkan, pilih durian unggul lokal setempat. Bisa juga
dengan menyeleksi durian enak di sekitar kebun," katanya.
Contohnya
yang dilakukan Erick Wiraga di Subang, Jawa Barat. Ia mengamati durian lokal
unggul seperti matahari, petruk, lai, dan durian lokal di sekitar kebun. Durian
di sekitar kebun - yang tanpa nama - yang dianggap lezat diberi kode nomor.
Misalnya 222, 127, atau 228. Setelah mereka ditanam dan rasanya tak berubah
Erick menggandakannya hingga total 7.000 tanaman. "Kini mereka sedang
diperbanyak, " kata Erick. Di kebun Erick 95% durian adalah lokal
setempat.
Berbeda
dengan monthong, bibit durian asal Malaysia yang juga banyak didatangkan sejak
tahun 90-an belum menunjukkan hasil memuaskan. "Durian
asal malaysia seperti D24 dan Mdur rasanya berubah sehingga belum
komersial," kata Lutfi Bansir, peneliti durian dari Durian Research
Centre, Universitas Brawijaya, Malang. Belakangan di Carrefour,
Cibinong, Bogor, muncul durian yang dilabeli durian dari bibit asal Malaysia.
Satu kg dibandrol Rp19.800. Sayang, daging buah belum sebagus monthong, mirip
durian lokal di pinggir jalan.
Menurut Winny
sebetulnya jumlah durian impor hanya 3,6% ketimbang produksi durian lokal yang
mencapai 683.232 ton. Mereka seolah mengungguli durian lokal karena dipajang
menarik di toko buah modern atau toko buah di pinggir jalan. Rasa mereka pun
relatif seragam sehingga mengundang mania durian pemula membeli tanpa khawatir
tertipu. Makanya konsumsi per kapita durian di Indonesia meningkat 10 kali
lipat ketimbang 5 tahun silam.
Angkat lokal
Kini untuk
mengangkat pamor durian lokal, Kementerian Pertanian mencanangkan durian lokal
menjadi tuan rumah di tanahair yang tak kalah dengan monthong. Langkah awal
dilakukan dengan mengembangkan durian di 10 provinsi sentra yang meliputi 15
kabupaten dan kota. Setiap sentra direncanakan pengembangan 500 - 1.000 tanaman
yang setara 5 - 10 ha - dengan durian unggul lokal setempat. Contohnya di
Majalengka, Jawa Barat, dianjurkan durian perwira yang sudah terbukti unggul.
Sedangkan di Lombok, Nusa Tenggara Barat, ditanam tong medaye.
Menurut Reza
pengembangan durian lokal idealnya bukan untuk mensubstitusi impor, tapi
mensubstitusi durian lokal yang di jual di lapak durian yang kualitasnya
rendah. "Durian lokal yang dijual di lapak, paling hanya 1 - 5% yang
kualitasnya super," kata Reza. Karena itu jumlah penanaman setiap sentra
berbeda tergantung luasan. Contohnya di suatu sentra - misal Leuwiliang
diinventarisir terdapat 20.000 pohon (dengan asumsi kebun komersial berjarak
tanam 10 m x 10 m setara 200 ha) - maka ditanam 20.000 bibit durian lokal
unggul setempat. Strategi yang dipilih bisa top working atau bibit baru.
Bila cara
itu dilakukan, maka 5 tahun nanti durian yang ditanam belajar berbuah dengan
puncak panen 10 tahun ke depan. "Ini memang langkah jangka panjang yang
tidak bisa gegabah," tutur Reza. Menurut Lutfi hanya waktu yang membuktikan
kesaktian durian unggul lokal untuk mensubstitusi durian kualitas rendah. Kini
durian lokal itu baru bisa mengalahkan durian bung karno. (Destika
Cahyana/Peliput: Ari Chaidir, Arie Raharjo, Faiz Yajri, Imam Wiguna, Nesia
Artdiyasa, Rosy Nur Apriyanti)
Comments
Post a Comment